Ingin kirim paket dengan cepat, murah, dan proses mudah? Chat WA Repack 👈

Hindari ini! 3 Kesalahan Umum ketika Memulai Ekspor

Kesalahan Dalam Proses Ekspor

adap rupiah membuat ekspor berpotensi lebih menguntungkan dibandingkan perdagangan lokal. BPS mencatat nilai ekspor non-migas Indonesia per Maret 2025 naik 8,2% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini memberikan sinyal adanya peningkatan permintaan terhadap produk lokal. Kondisi ini mendorong banyak orang untuk ikut terjun ke bidang ekspor.

Namun, banyak pemula yang terjun ke dunia ekspor tanpa diiringi proses pembelajaran dan riset yang memadai, sehingga beberapa di antaranya mengalami kerugian yang signifikan, bahkan kehabisan modal di tengah jalan. Prinsip ‘Memulai saja terlebih dahulu’ memang tidak keliru, namun untuk meminimalisir kerugian yang akan ditimbulkan, maka 3 kesalahan umum berikut layak untuk dihindari. 

1. Kurangnya Riset Pasar yang Mendalam

Menurut Kementerian Perdagangan RI, lebih dari 60% eksportir baru, gagal melanjutkan ekspor tahun kedua dikarenakan kurangnya riset pasar yang mendalam. Riset pasar adalah proses di mana pelaku ekspor melakukan investigasi dan analisis terkait pasar yang ingin dituju. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan riset pasar meliputi:

1.1) Preferensi Konsumen 

Preferensi konsumen merujuk pada kecenderungan konsumen dalam memilih produk yang ingin mereka dapatkan. Setiap masyarakat di sebuah negara memiliki preferensi yang berbeda-beda, bahkan untuk produk yang sama. Perbedaan preferensi ini bisa terjadi karena masyarakat di tiap negara memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda-beda. Sebagai contoh, masyarakat Amerika Serikat yang cenderung ingin mengeksplorasi rasa kopi, sehingga tidak ingin menikmati kopi yang hanya sekadar pahit, sementara itu masyarakat Mesir yang memang memiliki tradisi meminum kopi hitam pekat, lebih menyukai kopi  jenis Robusta. 

1.2) Tren Pasar

Selain itu, menganalisis tren pasar juga sangatlah penting. Tren Pasar menentukan di mana produk yang ingin kita jual akan terserap paling optimal. Kita dapat menganalisis tren kebutuhan atau kegemaran pada sebuah produk di negara yang ingin dituju pada waktu tertentu. 

Misalnya Arab Saudi yang sangat gemar mengimpor arang kayu dan briket kelapa dari Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakatnya memiliki tradisi memasak di luar ruangan ditambah penggunaan Shisha yang tinggi, atau Amerika Serikat yang mengimpor furnitur kayu karena tingginya minat terhadap perabot rumah berbahan alami. 

1.3) Kompetitor

Persaingan dengan kompetitor juga perlu kita perhatikan. Pelaku ekspor perlu melihat jumlah dan kualitas kompetitor yang sudah ada dan membandingkannya secara realistis dengan produk kita. Perlu dipertanyakan apakah produk yang kita miliki dapat bersaing atau tidak, jika tidak, cari pasar yang lebih realistis dari segi banyaknya permintaan dan juga banyaknya kompetitor.

Dampak dari Kurangnya Riset Pasar

Riset pasar adalah hal wajib ketika memulai ekspor, baik analisis dengan cara langsung, ataupun dari internet. Memilih negara tujuan dengan tepat akan memberikan kesempatan lebih tinggi untuk pembeli melakukan pemesanan, bahkan berpotensi  untuk dilakukan repeat order hingga kerjasama jangka panjang. Akan tetapi, Jika standar ataupun jenis komoditasmu keliru, maka produkmu berisiko ditolak di pelabuhan karena tidak memenuhi standar negara tujuan. anda bisa gunakan data dari ITC Trade Map, UN Comtrade, atau Indonesia Eximbank untuk analisis tren impor negara tujuan, atau dapat dilakukannya uji pasar dalam skala kecil terlebih dahulu (trial shipment). Dengan riset yang kuat maka persentase kerugian yang akan anda dapatkan akan semakin sedikit.

2. Tidak Paham Regulasi dan Dokumen Ekspor

Selain riset pasar, melakukan riset terhadap regulasi dan juga dokumen ekspor juga tidaklah kalah penting. Setiap negara memiliki regulasi dan bentuk dokumen nya masing- masing terkait ekspor, akan tetapi setidaknya yang perlu anda pahami bisa dimulai dari beberapa hal seperti:

  • HS Code (Harmonized System)
  • Certificate of Origin (COO)
  • Invoice
  • Packing list
  • hingga perizinan ekspor dari instansi terkait. 

LPEI (Indonesia Eximbank) menyebutkan bahwa 80% eksportir baru mengalami hambatan administratif, terutama dalam pengurusan dokumen ekspor dan pemahaman prosedur kepabeanan. 

Resiko Jika Tidak Paham Aturan Ekspor

Ada beberapa hal yang akan terjadi jika anda keliru dalam memahami regulasi ataupun dokumen ekspor seperti:

2.1) Barang tertahan di bea cukai.

Hal ini biasa terjadi karena terdapat kesalahan kode HS, tidak sesuai COO, atau tidak ada perizinan teknis.

2.2) Denda Atau Penalti

Selain itu dampak lainnya yang dapat terjadi adalah dikenakannya denda atau penalti karena kesalahan administrasi, Kesalahan seperti invoice tidak sesuai nilai sebenarnya, dokumen tidak sinkron, atau packing list tidak rinci bisa mengakibatkan sanksi administratif, denda, atau penurunan reputasi dalam sistem kepabeanan.

2.3) Hilangnya Kepercayaan Buyer

Kekeliruan administrasi juga dapat menjadikan hilangnya kepercayaan dari buyer. Buyer luar negeri mengandalkan ketepatan waktu dan kejelasan dokumen dalam ekspor. Jika barang terlambat sampai atau tidak sesuai ketentuan dokumen negara mereka, buyer dapat membatalkan transaksi, tidak melakukan repeat order, hingga memberikan ulasan buruk atau memutus kerja sama. Sebagai contoh seorang eksportir asal Indonesia kehilangan buyer dari Eropa karena tidak melampirkan dokumen fumigasi sesuai standar UE untuk ekspor rotan. Akibatnya, barang dikembalikan dan buyer memilih supplier lain.

Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai regulasi dan dokumen ekspor, anda dapat mengikuti pelatihan yang biasa diadakan kemendag, bea cukai, ataupun pelatihan yang biasa diadakan oleh instansi lainnya sepiuar regulasi dan dokumen ekspor. Selain itu memiliki mentor profesional di bidang ekspor dapat menjadi salah satu solusi yang paling tepat untuk meminimalisir kesalahan dalam hal administrasi.

3. Penetapan Harga yang Tidak Sesuai (Underpricing atau Overpricing)

Eksportir baru sering menetapkan harga berdasarkan perkiraan pribadi atau harga lokal, bukan berdasarkan kalkulasi biaya ekspor dan daya beli pasar tujuan. Menurut survei UKM Indonesia (2023), lebih dari 55% eksportir pemula tidak memahami cara membuat export costing sheet yang mencakup FOB, CIF, hingga landed cost. Jika anda melakukan hal ini maka berpotensi untuk tejadinya beberapa hal seperti:

3.1) Kerugian Financial (Loss Margin)

Memiliki harga yang rendah tidak akan selalu menjadi pilihan yang tepat. Menentukan harga rendah tanpa adanya strategi yang tepat hanya akan mengakibatkan kerugian terhadap dirimu sendiri. Sebagai Contoh anda menjual produk seharga $5, padahal biaya total (termasuk freight, dokumen, dan margin) mencapai $6. Maka setiap pengiriman justru minus $1 per unit.

3.2) Harga Tidak Kompetitif

Menetapkan harga terlalu tinggi tanpa melakukan riset pasar berpotensi menjadikan buyer menolak membeli produkmu, buyer berpotensi untuk mencari kompetitor lain yang memiliki harga lebih bersaing dibandingkan produkmu.

3.3) Buyer Tidak Repeat Order

Harga yang tidak stabil akan menjidak buyer memiliki trust issue terhadap produkmu. Kepercayaan pengekspor kepada buyer sangatlah penting, anda harus memastikan bahwasannya produkmu tidak akan mengalami perubahan harga yang signifikan, sehingga akan memberikan rasa aman untuk buyer repeat order ataupun kontrak jangka panjang dengan dirimu.

Untuk mengatasi hal ini, maka anda dapat membuat perhitungan detail biaya ekspor mulai dari produksi, pengemasan, logistik, sampai margin, lalu gunakan acuan harga dari buyer luar negeri atau data perdagangan dari ITC. 

Beberapa point diatas merupakan salah tiga dari beberapa hal yang patut untuk diantisipasi untuk meminimalisir kerugian ketika memulai ekspor, akan tetapi tidak berarti untuk menyurutkan semangat untuk memulai ekspor, apakah dengan adanya hal diatas menandakan bahwa memulai ekspor harus pintar terlebih dahulu baru bisa memulai? jawabannya tidak, akan tetapi dengan terus belajar maka akan meminimalisir terjadinya kerugian dari kegiatan ekspor. 

Jika anda ingin memulai ekspor, repack.id dapat membantu mengirimkan sample dalam jumlah kecil, ataupun produk dalam jumlah besar dengan cepat dan aman. Dengan layanan pick up secara gratis, kamu bisa mengirimkan produkmu cukup dari rumah saja. Cukup hubungi narahubung yang tertera di website dan sosial media repack.id untuk konsultasi lebih lanjut.

Referensi:

  • Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Nilai ekspor non-migas Indonesia Maret 2025. Jakarta: BPS.
  • Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (n.d.). Data ekspor nasional dan survei keberlanjutan eksportir. Jakarta: Kemendag RI.
  • Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). (2024). Laporan hambatan administratif eksportir pemula. Jakarta: LPEI.
  • UKM Indonesia. (2023). Survei pemahaman UKM tentang perhitungan harga ekspor. Jakarta: UKM Indonesia.
  • International Trade Centre (ITC). (n.d.). Trade Map: International trade statistics for international business development. Geneva: ITC.
  • United Nations. (n.d.). UN Comtrade: Global trade database. New York: United Nations Statistics Division.

Butuh Bantuan? Chat kami via WhatsApp